Jumat, 14 September 2012

Subsidi Angkutan Sekolah Natuna 10 Milyar Menyusul Di APBD-P MN.Natuna – Minus anggaran pengelolaan jasa angkutan sekolah tingkat kecamatan di Natuna, rutin terjadi setiap tahun, hal ini disebabkan terjadinya pemangkasan nominal anggaran yang diusulkan dinas pendidikan oleh instansi terkait, menyusul dilakukannya pengesahan oleh lembaga legislatif daerah. Untuk mengakomodir pembayaran jasa 157 unit angkutan darat dan 18 unit perahu nelayan untuk angkutan antar pulau yang tersebar di 12 kecamatan, Dinas pendidikan harus memplotkan anggaran sebanyak Rp 14 miliar selama satu tahun ajaran (12 bulan). Angka yang tidak sedikit ini untuk membayar jasa operasional angkutan yang dimiliki masyarakat tempatan disetiap daerah yang digunakan untuk transportasi sekolah mulai dari SD hingga SMA dan sederajat ditingkat desa dan kecamatan. Pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) murni tahun 2012, anggaran yang disahkan untuk proyek ini hanya sekitar Rp 4 miliar, tentunya dana ini hanya mampu membiayai Rp 3.27 miliar selama 3 bulan untuk angkutan darat dan Rp 770 juta dari 6 bulan angkutan antar pulau. Akibat devisit anggaran tersebut, pemerintah melaui dinas pendidikan mengambil keputusan untuk memberhentikan sementara, terancam akan timbulnya hutang kepada pihak penyedia jasa angkutan. Himbauan itu tertulis dan telah disampaikan melalui Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) pendidikan di setiap kecamatan dan sempat dihentikan sejak Bulan Agustus lalu, kebijakan ini akhirnya berdampak pada aktifitas anak sekolah yang ada disejumlah kecamatan (diluar ibukota kabupaten), seperti yang terjadi di kecamatan Bunguran Barat, hampir sebagian siswa dirumahkan karena tidak punya pilihan lain dengan latar belakang ekonomi kurang mampu, mereka tidak memiliki kendaraan pribadi yang bisa mengantarnya sekolah dengan jarak tempuh mencapai 9 kilometer. Kepala dinas pendidikan Drs Jasman Harun yang dikonfirmasi usai didatangi para perwakilan wali murid dan penyedia jasa angkutan, kepada sejumlah wartawan menyebutkan, bahwa dirinya sudah berupaya mengakomodir permasalahan ini dan melaporkannya kepada kepala daerah, namun saat itu, kepala daerah sedang kurang sehat. Menurutnya kekurangan anggaran tersebut terjadi karena memang sesuai nominal yang disahkan pihak legislatif, bukan karena adanya permainan dilevel dinas pendidikan, seperti tahun sebelumnya, akhirnya kekurangan sisanya ditutupi dari usulan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (RAPBD-P). “ Sampai sekarang saya belum bisa memastikan, sementara itu bakal berlangsung berapa lama, tapi hal ini akan cepat saya laporkan kepada pimpinan agar mendapat solusinya.” Ditempat terpisah, Bupati Natuna Drs H.Ilyas Sabli Msi menyatakan untuk meminta kepada pihak penyedia jasa angkutan sekolah agar tetap bisa beroperasi guna menyambung hak didik generasi penerus daerah mengenyam pendidikan yang layak, dan nantinya kekurangan anggaran sebanyak Rp 10 miliar tersebut akan diusulkan pada APBD-P. Menurutnya, hal ini bakal dijadikan pengalaman berharga kedepannya agar tidak terulang kembali, dirinya akan menggiring anggaran tersebut sehingga sesuai apa yang diisukan bahwa kekurangan itu terjadi karena adanya pemangkasan oleh Badan Perencana Pembangunan Daerah (BAPPEDA). .(Hermann). Foto wajah Kepala Dinas pendidikan Kabupaten Natuna Drs Jasman Harun Spd............................. DED Pasar Tradisional – Modern Telan Miliaran Rupiah MN.Natuna – 12 tahun menjadi kabupaten, Pemkab Natuna memutuskan untuk berkompetisi dengan para pengusaha lokal yang lebih dulu mengais rezekinya dengan membangun swalayan, wacana ini dijadwalkan bakal dimulai kegiatan pembangunannya pada tahun 2013 mendatang. Bedanya, pemerintah tidak menata swalayan modern saja, melainkan juga pasar tradisional dalam satu gedung, untuk tradisional akan dikategorikan sebagai pasar basah seperti sayur mayur, daging dan ikan. Pemerintah tahun ini sedikitnya menganggarkan sekitar Rp 2,7 miliar untuk merancang Detail Enginering Desain (DED) pembangunan gedung bertingkat dua untuk pasar swalayan berbasis modern dan tradisional. Rencananya pembangunan tersebut bakal didirikan diatas lahan milik pemkab seluas 14.000 meter persegi, sebelumnya lahan ini sudah dilakukan perubahan status peruntukan sebagai gedung wanita oleh Bagian Tata Pembangunan (Tapem) setempat. Dalam keteranganya, Senagib selaku Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan menyebutkan, peruntukan pembangunan untuk pasar swalayan tradisional dan modern ini akan dilakukan dengan basis multiyears selama dua tahun, yang pengerjaanya dimulai pada 2013 mendatang, tahun ini pemerintah baru menganggarkan untuk rancangan DEDnya saja. Dari APBD murni 2012 ini teruang sebanyak Rp 2.7 miliar, namun setelah dikaji ulang, lahan dan konsep pembangunan yang dilakukan dinasnya, kebutuhan anggaran untuk pembuatan DED ternyata hanya sekitar Rp 1,3 miliar, sehingga tersisa Rp 1,4 miliar yang bakal dimasukan lagi dalam kas daerah. Pada tahap pembangunan tahap kedua, akan dilakukan sosialisasi kepada masyarakat guna penyempurnaan penyesuaian desain sesuai kebutuhan antara calon pedagang dan konsumen. Senagib juga menyebutkan, selain pembangunan pasar modern dan tradisional, dirinya juga ditugasi untuk mengurusi pembangunan pabrik mini pengolahan kelapa sawit dan tepung tapioka di bagian timur Kecamatan Bunguran Tengah pada waktu yang bersamaan. Untuk anggaran pembuatan DED nya senilai Rp 600 jutaan dari Rp 10 miliar biaya pembangunan keseluruhan masing-masing item proyek. Sejumlah masyarakat yang dimintai komentarnya menyebutkan, hendaknya wacana tersebut bisa diperhitungkan lebih mendalam, mengingat besarnya anggaran yang diperlukan untuk pembangunan pasar ini, terkecuali jika pemerintah memang merasa masyarakat sangat membutuhkan sarana prasarana ini dan sudah kehabisan akal untuk menghabiskan anggaran. Pasalnya, berdasar kondisi rill yang ada saat ini, jumlah swalayan atau supermaket yang dikelola pengusaha lokal sudah mencukupi.(Hermann). Pemerintah Belum Pro Rakyat MN.Natuna – Image miring yang tumbuh berkembang secara alami, dalam pikiran masyarakat level bawah di Natuna salah siapa?, kalau memang faktanya mengungkapkan hal demikian, sebuah contoh kecil dalam penyelenggaraan pembangunan yang tidak merata dan seimbang terjadi disektor perdagangan atau pasar. Dimana tempat ini belum tersentuh oleh campur tangan dan pengawasan pemerintah pada umumnya, sehingga standarisasi harga tidak mengikat para penghuni pasar dalam perdagangan. Dampaknya tak lain murni pihak konsumen atau calon pembeli. Miris rasanya jika masyarakat mengetahui pola permainan yang dilakukan para pedagang ikan dan sayur yang ada di pasar tradisional Ranai ini, mereka lebih tahan memilih untuk sepenuhnya rugi daripada kembali modal tanpa untung, selain calon pembeli, nelayan dan petani dipertaruhkan untuk mencari keuntungan. Karena hasil tangkap nelayan dibeli dengan harga yang sangat rendah, namun dijual kembali dengan harga berlipat ganda, padahal kalau diperhitungkan dari modal yang masing-masing mereka keluarkan sangat tidak sebanding. Nelayan selain harus memiliki perahu sendiri, juga harus didukung pengalaman, alat tangkap dan bahan bakar yang tidak sedikit, belum lagi pada kondisi cuaca buruk, terkadang mengancam resiko keselamatan, berbeda halnya pedagang hanya dengan modal es untuk pengawet , wadah penampung, kantong plastik, gulungan tali dan modal sewa meja. Begitu juga yang dilakukan para pedagang sayur mayur, petani lokal yang dominan berasal dari warga transmigasi di Sp Ranai dan Batubi, harus berbulan-bulan dengan uletnya merawat dan memupuk tanaman, namun saat panen tiba, hasil yang diterima tidak sebanding, pada musim kemarau dan hama datang, mereka juga berpotensi mengalami gagal panen, saat diantar kepada pedagang pasar, mereka menjualnya dengan harga yang berlipat, dari sejumlah pedagang yang ditemui koran ini dipasar, banyak ditemukan kondisi sayuran yang hampir memburuk namun saat ditawar seorang calon pembeli, harganya tidak bisa dikurangi, setelah beberapa hari kemudian banyak ditemukan ikatan sayur yang terbuang ditempat sampah dengan kondisi yang masih layak konsumsi.perolehan keuntungan yang diterima, pedagang lebih unggul dengan waktu yang lebih singkat dan hasil lebih besar ketimbang petani yang bekerja dalam waktu bulanan. Linda salah seorang ibu rumah tangga yang ditemui membenarkan pola tersebut, dirinya menyayangkan sistem dagang dipasar belum dikelola dan dibina dinas terkait, karena meskipun hanya sebatas tingkat kabupaten, namun pemerintahan didaerah tempatan sudah terbentuk, artinya hal ini menjadi bagian tangggungjawab mutlak sesuai bidangnya. Yang ada sejauh ini, staf berseragam pegawai hanya mendata harga pangan dan retribusi sewa tempat, parkir dan kebersihan. Tak heran kalau wacana pemekaran hingga terealisasinya pembangunan pasar ikan dan sayur yang ada di batu hitam, terlihat kerap kosong akibat lalainya perhatian dinas terkait. “ Sebagai Ibu rumah tangga, saya rutin memenuhi kebutuhan pangan keluarga dengan berbelanja dipasar tradisional, tapi harganya kadang jauh dari kewajaran, makanya lahan ini menjadi persaingan harga oleh pedagang sayur yang ada dibahu jalan menuju pasar.” Berbeda halnya dengan hasil kebun masyarakat yang menjual panennya dihalaman rumah seperti, durian, semangka, petai dan rambutan, mereka murni memiliki kehendak individu untuk menetapkan harga, namun yang menjadi indikator minimnya wawasan dan kesadaran masyarakat golongan tersebut, karena dirinya sering membeli hasil panen masyarakat tersebut langsung dikebunnya, namun harganya sama mahalnya dengan yang sudah dijajakan pedagang di Ranai.(Hermann). SKPD Dinas Luar Negeri, CB Bakesbang Sepi Peminat MN.Natuna – Rangkaian kegiatan Chek and Balance Dinamis antar lembaga legislatif dan Yudikatif, diselenggarakan Badan Kesatuan Bangsa (Bakesbang) sepi peminat, 99 persen undangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) absen. Acara yang dilaksanakan di Aula Natuna Hotel Ranai darat belum lama ini, lebih banyak dihadiri lembaga legisatif seperti ketua DPRD Hadi Chandra S.Sos wakil ketua I Daeng Amhar SE dan beberapa anggota fraksi, banyaknya SKPD yang absen dalam dialog ini mengundang narasumber Effendi Gazali yang dikenal sebagai pakar komunikasi dan politik. Padahal, tujuan dilaksanakannya kegiatan ini, adalah untuk memberikan pencerahan terhadap pandangan positif yang sinergis antara legislatif dan eksekutif dalam pembangunan, serta kiat sukses menghadapi kendala yang terjadi pada pelaksanaannya. Diperkirakan karena banyaknya unsur eksekutif dan kepala daerah yang absen, ketua Ketua DPRD kecewa, dan langsung meninggalkan tempat pada pertengahan sesi acara. Kepala Bakesbang Yusrizal SH kepada koran ini dalam keterangan singkatnya enggan berkomentar masalah absensi kehadiran jajaran SKPD dan kepala daerah, karena kemungkinan terjadinya bentrokan jadwal kegiatan yang diprioritasnya, begitu juga halnya para kepala dinas dan badan, namun demikian ada dari beberapa yang mengirimkan utusan stafnya sebagai perwakilan. Dijadwalkan dalam sesi kegiatan ini, para pimpinan unsur eksekutif dan legislatif diberikan sebuah permasalahan oleh narasumber, untuk dipecahkan bersama lewat dialog. Dari informasi yang dihimpun di lokasi acara, para pejabat yang absen lebih memilih untuk menjalani tugas dinas ke luar negeri seperti singapura dan Kuala Lumpur bersama pimpinananya, sehingga lebih dari separuh SKPD meninggalkan daerah hingga akhir pekan..(Hermann).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar