Kamis, 18 April 2013



DPRD Legalkan 7 Ranperda Natuna

MN.Natuna – Sebanyak 7 Rancangan Peraturan daerah (Ranperda) resmi dilegalkan menjadi Peraturan daerah, yang digelar sejalan dengan agenda penyampaian pidato Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Bupati Natuna Tahun Anggaran 2012 dan laporan pendapat akhir fraksi tentang Ranperda, belum lama ini.
Dalam agenda tersebut, Ketua DPRD Natuna Hadi Chandra selaku pimpinan rapat, beserta sejumlah fraksi yang menyampaikan pandangannya menyepakati, untuk mendesak melegalkan beberapa ranperda ini, untuk menjadi Perda seperti, Ranperda tentang izin gangguan (Ho) (Hinderordonnantie), pedoman Izin Mendirikan Bangunan (IMB), stok Sekretariat Korps Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia Kabupaten Natuna.
Ditambah lagi, Ranperda tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah, Retribusi Daerah, pedoman pengelolaan sarang burung walet dan penyelenggaraan menara telekomunikasi.

Mewakili Fraksi Golkar Plus yang disampaikan, sekertaris fraksi Welmi menekankan, kepada pemerintah agar dapat memberikan kesadaran atau pemahaman kepada masyarakat terhadap pentingnya, memperoleh peraturan daerah mulai dari izin gangguan, izin IMB hingga pembinaan jiwa korps PNS dalam membangun sikap, tingkah laku, etos kerja seta perbuatan terpuji.
Fraksi Golkar plus juga mengharapkan, kepada pemegang kekuasaan pada pengelolaan keuangan daerah dalam hal ini Bupati, agar dapat mengelola serta mengawasi keuangan dengan sebaik-baiknya, guna terciptanya pembangunan Natuna yang sejahtera, merata dan seimbang.  

Laporan pendapat akhir yang disampaikan oleh beberapa fraksi, pada intinya dapat menerima dan menyetujui rancangan peraturan daerah untuk disahkan menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Natuna.
Kegiatan ini dihadiri Bupati Natuna Drs H.Ilyas Sabli M.si, Wakil Bupati Natuna Imalko Ismail S.Sos, Ketua DPRD Hadi Chandra S.Sos, Wakil Ketua I DPRD Daeng Amhar SE, beserta jajaran anggota dan Unsur Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).(Hermann).

Samsurizon : Pemkab Bisa Berhemat
 

MN.Natuna – Anggaran bernilai milyaran rupiah, setiap tahunnya harus terus mengalir dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Natuna, untuk mensubsidi kontrak jual beli daya listrik dari pihak ketiga melalui Perusahaan daerah (perusda), demi terjadinya pemerataan pelayanan masyarakat terhadap kebutuhan jaringan listrik.

Saat ini, basis subsidi listrik di ibukota kabupaten sudah dihentikan, namun masih ada beberapa kecamatan yang dialiri milik pihak ketiga (PT Tiga Bintang-red) asal Surabaya ini seperti Kecamatan Pulau Tiga, Serasan, Subi dan Midai.

Setelah dilakukan perundingan dengan pihak PLN setempat, akhirnya lembaga legislatif dan eksekutif di Natuna, sepakat untuk mengambil sikap dengan menyerahkan urusan pelayanan listrik sepenuhnya kepada pihak PLN, dengan mekanismenya, pemerintah daerah mengadakan unit baru mesin pembangkit listrik yang diserahkan secara hibah kepada PLN.

Mulai dari pengoperasian, bahan bakar hingga perawatan mesin nantinya, bakal ditanggung sepenuhnya oleh pihak PLN, sebagaimana layaknya menjadi milik mereka sepenuhnya, ketimbang yang terjadi dualisme pelayanan listrik selama ini, antara PLN dengan Perusda, kenyataannya masih terjadi ketidak singkronan jaringan listrik kerap mengalami “byar pet”.

Menanggapi hal tersebut, Sekda Natuna Samsurizon SH M.si membenarkan, dengan adanya pengadaan unit mesin pembangkit listrik oleh Pemkab Natuna yang kemudian diserahkan kepada pihak PLN, ini sedikitnya mengurangi resiko kebocoran anggaran daerah setiap tahunnya, yang dikeluarkan untuk subsidi jual beli daya listrik mencapai milyaran rupiah.

“ Biarpun besar anggaran untuk pengadaan mesin pembangkit listrik kondisi baru, tapi hanya dilakukan sekali saja, ketimbang sistem yang dilakukan saat ini, pemerintah harus merogoh kocek milyaran rupiah setiap tahunnya demi pelayanan listrik dengan konsep jual beli daya.”

Menurutnya, membahas masalah listrik di daerah ini sudah terlalu pahit, pasalnya angan-angan untuk mewujudkan Natuna terang-benderang sejak tiga tahun silam, hanya menjadi mimpi, apalagi setelah pihak rekanan PT Tiga Bintang gagal menyelesaikan rakitan mega mesin pembangkit yang ditempatkan di Pring Bandarsyah.

“Jangankan sampai tahap runing test, perakitan komponen mesinnya saja belum rampung, bahkan terbengkalai untuk sekian lama, karena minimnya tenaga teknisi dari pihak terkait.”

Informasi yang dihimpun koran ini, kinerja PT Tiga Bintang dalam upaya menghalalkan suplai daya listrik dari mesin miliknya, tak jarang harus merayu dan berhutang stok bahan bakar solar dalam jumlah banyak dengan pihak PLN setempat.

Namun demikian, dengan dicabutnya pengelolaan listrik perusda, bukan berarti pemkab dan legislatif setempat, tidak mempercayai BUMD ini bekerja mengurusi pelayanan listrik, karena kedepannya badan ini harus lebih sigap menjalankan kebijakan atas program pemerintah disektor lainnya.(Hermann).

·      “Banjir” Job Pembangunan Pelabuhan

Dishub Natuna Usulkan Rambu Layar Malam  

MN.Natuna – Sarana bantu navigasi untuk keselamatan berlayar di perairan Natuna masih sangat minim, pengadaan dari sejumlah unit yang pernah dilakukan pemerintah setempat, kondisinya selain rusak karena usia pemakaian serta perubahan cuaca, sebagian lagi hilang akibat  ulah oknum tak bertanggungjawab.

Rambu pelayaran merupakan penunjuk alur dan jalur lintas yang digunakan aktifitas kapal berbadan besar maupun kapal nelayan tradisional pada siang dan malam hari. Tak ubah seperti rambu lalulintas, jika diikuti sesuai aturan rambu, hal ini membantu para pengguna jalur pelayaran untuk menghindari bahaya kecelakaan seperti, kandas menabrak karang atau bertabrakan dengan antar kapal.

Warga Ranai Darat Junaidi, Rudi, Wahyuda kepada MN membenarkan kondisi tersebut, menurut ketiga warga yang kerap melaut ini mengaku, aktifitas melaut yang terjadi pada malam hari, sangat rentan bahaya kecelakaan, tidak hanya diperairan laut dalam, disekitar alur pesisir pantai juga belum ada rambu malam yang memiliki lampu atau pantulan cahaya scothlight jika disoroti lampu.

Sehingga ini menjadi kendala yang cukup mengganggu aktifitas masyarakat yang hendak melaut, karena masih banyak kapal tradisional tempatan yang tidak semua dilengkapi dengan alat navigasi canggih seperti, GPS (Global Positioning System) atau sejenisnya.

Hal ini hendaknya menjadi perhatian ekstra bagi dinas terkait terhadap, pentingnya keselamatan berlayar, terutama pada malam hari, karenanya pengadaan serta operasional tahap perawatan secara berkala, harus menjadi skala prioritas bagi dinas perhubungan dalam rangka memberikan dukungan pelayanan.

Masyarakat  kepulauan dominan, mengandalkan mediator transportasi penyeberangan antar pulau kecamatan, dengan menggunakan kapal tradisional yang terbuat dari kayu, tanpa mengenal waktu siang dan malam hari, tak jarang harus ditempuh demi tuntutan hidup dan peningkatan ekonomi masyarakat tempatan.

Geografis Natuna sebagai daerah kepulauan, mencakup 97 persennya terdiri dari perairan, tak heran acap kali masyarakat yang memiliki keterbatasan latar belakang akademis, menjadi seorang generasi nelayan sebagai pilihan terakhir, karena tidak adanya pengalaman dan keahlian lainnya. Seuah alasan objektif jika pemerintah juga mengimbangi pembangunan serta pelayanan masyarakat, tidak hanya di sektor darat saja.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Perhubungan Pos Telekomunikasi dan Informatika Wan Siswandi S.Sos Msi di ruang kerjanya menyebutkan, usulan terhadap pengadaan dan pembangunan rambu pelayaran sudah dijadikan program prioritas dinas ini, namun usulan atas kebutuhan anggaran ini belum terealisasi.

Dalam hal pendataan, tim dinas ini telah melakukan inventarisir titik vital navigasi yang dianggap perlu untuk dilakukan penambahan rambu pelayaran, baik untuk siang maupun malam hari seperti, Penagi- Pulau Tiga, Pulau Tiga- Binjai, Binjai - Sedanau dan Sedanau - Kelarik, Kelarik - Pulau Laut, Serasan dan Subi.

Menurut Wan Siswandi, anggaran yang diperlukan untuk membangun rambu pelayaran malam di perairan Natuna menelan Rp 2 miliar lebih, tahun 2013 ini merupakan tahun kedua kalinya dinas perhubungan mengusulkan kepada pemkab Natuna dan lembaga legislatif atas kebutuhan pembangunan rambu ini, namun kebijakan pemerintah mempunyai pertimbangan prioritas terhadap sektor lainnya.  

“Ada beberapa hal yang memang tidak bisa dipisahkan, kapal sebagai armada transportasi,  pelabuhan dan rambu laut, rambu itu memang pasti yang paling vital, dari dinas ini sudah memprogramkan pengajuan tersebut .”
 
Siswandi juga menambahkan, pemerintah terus berupaya menunjukan konsistensi pembangunan dibidang perhubungan laut, keterbatasan anggaran yang ada saat ini, telah disiasati dengan mengajukan usulan ditingkat provinsi dan pusat, hal ini dibuktikan dari bantuan pembangunan Pelabuhan di sejumlah kecamatan diantaranya seperti, untuk kapal milik PT Pelni di Serasan Rp 10 milyar, Midai Rp 30 milyar, sedangkan di Pulau Laut Rp 30 milyar untuk  pelabuhan perintis dan Subi Rp 6 milyar.

Pembangunan mega proyek pelabuhan bernilai milyaran rupiah ini, merupakan kegiatan sharing antara kabupaten, tingkat provinsi dan pusat, pemerintah daerah setempat hanya diberikan jatah untuk mengakomodir anggaran pembebasan lahan, study kelayakan dan DED (Detailed Engineering Design).

Selain pelabuhan tersebut, pemkab Natuna dan Pemprov Kepri sharing anggaran untuk meningkatkan pembangunan pelabuhan Perhubungan Penagi dengan menambah volume panjang sekitar 100 meter menjorok ke laut dengan desain huruf U, tahun ini dianggarkan dari Anggaran Pndapatan Belanja Daerah (APBD) Natuna sebesar Rp 7 milyar untuk DEDnya, sedangkan kebutuhan pembangunan fisik ditanggung Provinsi dengan anggaran mencapai Rp20 milyar.

Pasca rampungnya penegerjaan tersebut, bakal menyusul pembangunan Pelabuhan armada kapal Roro (Roll on Roll Off) di sekitar Selat Lampa dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) tahun 2014 mendatang dengan pagu anggaran sekitar Rp 25 milyar, tahun ini tim survey dari Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP) dan kementrian perhubungan laut melakukan peninjauan, diatas lahan seluas 1 hektar yang dibebaskan Pemkab Natuna, bakal dilakukan perubahan “view desain” yang dikonsep tahun 2004 lalu.

Ditambah lagi pembangunan pelabuhan Samudera, sebagai akses dermaga internasional, untuk konstruksi fisik kegiatan ini menelan anggaran dari tingkat pusat dan provinsi sekitar Rp200 milyar lebih, selain DED, study kelayakan, pemkab Natuna juga menanggung pembangunan akses jalan penghubung ke Desa Teluk Buton Kecamatan Bunguran Utara yang saat ini tengah dirintis Dinas Pekerjaan Umum (PU) setempat.

Agar terjadi pemerataan, percepatan pembangunan serta multi player efek terhadap peningkatan ekonomi masyarakat tempatan, pembangunan Pelabuhan samudera ditunjuk di Desa Teluk Buton kecamatan Bunguran Utara, mengingat, mulai dari pelabuhan bongkar muat Depot Pertamina, Pelabuhan Perikanan Terpadu dan Pelabuhan kapal Roro sudah terpusat di Selat Lampa juga di Kecamatan Pulau Tiga sudah terpusat menumpuk.

Selain pembangunan pelabuhan besar luncuran tahun anggaran 2013-2014 ini, Dinas Perhubungan setempat akan tetap melanjutkan tahap pengerjaan pelabuhan pendukung di beberapa titik diantaranya, Desa Sumedang Kecamatan Bunguran Barat, Desa Air Putih Kecamatan Midai dan Desa Air Kumpai di Kecamatan Serasan.(Hermann).