Rabu, 14 Maret 2012
"Dipanggil" Menghadap sebelum hari kiamat
Siapkah Kita Mati?
aku sering merasa aneh dengan
orang-orang yang berkata “kasihan anak itu, masih anak-anak tapi udah
meninggal”, atau “susah-susah cari uang, akhirnya mati juga” atau
pernyataan-pernyataan sejenis yang berkaitan dengan kematian. dalam hati
aku berkata kasihan kalian, usia sudah berapa tapi tidak ingat mati.
mereka merasa kasihan dengan anak-anak yang sudah meninggal dunia,
padahal merekalah yang harusnya dikasihani. anak-anak yang masih belum
baligh belum punya dosa, jika pun mereka sudah baligh, jumlah dosanya
masih belum sebanyak orang dewasa (wallahu a’lam). tapi kita lihat
orang-orang yang dewasa, meski melakukan dosa sebanyak apapun, masih
teramat sangat sedikit yang melakukan taubat dan memperbaiki diri. jika
kita dijemput malaikat izrail apa yang akan kita bawa?
begitu pula dengan statement ke dua, “susah-susah cari uang, akhirnya mati juga”. kita hanya melihat dia mencari uang, tapi tahukah kita bagaimana ia membelanjakan uangnya? tak ada yang tahu berapa uang yang dia shadaqahkan dari hasil jerih payahnya. kemudian, siapa yang perlu kita kasihani, kita atau dia yang telah meninggal dengan membawa bekal harta shadaqah? di sisi lain, kita tidak mau dan bermalas-malasan mencari rejeki dengan alasan akhirnya akan mati juga, lalu apa gunanya kita diciptakan di bumi ini? apakah kita akan seperti si kakek penjaga surau sebagaimana kisah “rubuhnya surau kami”? lebih baik mati dalam keadaan kaya daripada mati dalam keadaan melarat. tapi, kekayaan itu bukan sekedar kaya harta tapi juga kaya hati, kaya pahala, kaya ilmu yang diajarkan.
begitu pula dengan statement ke dua, “susah-susah cari uang, akhirnya mati juga”. kita hanya melihat dia mencari uang, tapi tahukah kita bagaimana ia membelanjakan uangnya? tak ada yang tahu berapa uang yang dia shadaqahkan dari hasil jerih payahnya. kemudian, siapa yang perlu kita kasihani, kita atau dia yang telah meninggal dengan membawa bekal harta shadaqah? di sisi lain, kita tidak mau dan bermalas-malasan mencari rejeki dengan alasan akhirnya akan mati juga, lalu apa gunanya kita diciptakan di bumi ini? apakah kita akan seperti si kakek penjaga surau sebagaimana kisah “rubuhnya surau kami”? lebih baik mati dalam keadaan kaya daripada mati dalam keadaan melarat. tapi, kekayaan itu bukan sekedar kaya harta tapi juga kaya hati, kaya pahala, kaya ilmu yang diajarkan.
So......
Kapan Kita Siap Mati?..
Kelahiran
dan kematian ibaratkan dua sisi dari satu koin yang sama.. Kita tidak
dapat memilih salah satunya kemudian mengingkari yang lainnya. Setiap
ada kelahiran pasti ada kematian. Namun, respon kita tidak sama terhadap
dua hal itu. Kelahiran kita sikapi sebagai anugrah, suatu berkah yang
membuat kita senang, ketawa, bahagia,dan kita rayakan, sedangkan
kematian kita anggap sebagai bencana, malapetaka,dan dukacita yang
sering diratapi dan kalau dapat kita akan menghindarinya.
Kematian
itu pasti datang, dia akan menjemput setiap machluk hidup, suka atau
tidak suka, siap atau tidak siap. Mulai dari machluk yang sangat
sederhana sampai ke machluk yang paling sempurna. Kematian tidak
mengenal umur, kecil,muda atau tua. Kematian tidak mengenal tempat, di
gubuk yang reok, di gedung yang mewah, ditempat tidur yang empuk bila
sampai waktunya, bersembunyi di peti besi yang sangat tebalpun kematian
tidak dapat dielakkan. Maut akan menjemput para penguasa ditengah puncak
kekuasaanya, sebagaimana maut juga akan datang menjambangi rakyat
jelata dikancah penderitaannya.
Kapan
kita mati? Tidak seorangpun bisa menjawabnya, namun Nabi besar Muhammad
Rasulullah pernah ditanya oleh sahabat: ” apa yang paling dekat bagi
kita di dunia ini?” Jawabnya adalah “kematian” Walaupun kematian itu
pasti datang ,dia sangat dekat, kita juga tidak bisa menentukan kapan
waktunya kematian itu menjemput kita. Jangan disangka bahwa kalau kita
yang masih muda umur kita akan lebih panjang dari kakek/nenek yang sudah
renta, jangan juga mengira bahwa kita yang sudah tua pasti akan lebih
pendek umurnya dari seorang bayi yang baru saja melihat dunia. Banyak
dari mereka yang sudah sekarat di rumah sakit, yang menurut perkiraan
tidak berapa lama lagi akan direnggut nyawanya, lebih panjang umurnya
dari mereka yang kelihatan sehat dan bugar. Pernah saya melihat seorang
yang sedang menjenguk keluarganya yang sedang dirawat di ICU, tiba-tiba
meninggal, sementara yang sakit sembuh dan pulih kembali. Namun
demikian, anehnya kematian merupakan kepastian yang sering kita lupakan.
Padahal sebenarnya detik demi detik, jam demi jam, hari demi hari kita
dengan sengaja melangkahkan kaki menuju liang lahat kematian, namun
kita seolah-olah tidak menyadarinya. Kita seperti tidak peduli. Kita
bersikap bagaikan mau hidup selamanya.
Mengapa
kebanyakan manusia bersikap seperti itu, seolah-olah tidak ingat mati
dan seperti akan hidup selamanya? Apakah karena cinta dunia? Apakah
karena tidak takut mati, atau tidak siap mati? Atau karena sangat takut
mati kemudian seolah-olah melupakannya?
Ada
kisah yang indah sekali tentang ketakutan akan kematian yang
diceritakan dalam buku:” menyalami samudra kebijaksanaan Sufi” karangan
Anand Krishna:
Seorang
Raja dijemput oleh Malaikat Maut,Dewa Pencabut Nyawa. Memang ajalnya
sudah tiba- ia sudah berusia 100 tahun. Namun sang Raja belum siap mati.
Ia masih ingin hidup,” Tolonglah-berikan aku perpanjangan hidup.” Dewa
Maut menyanggupi, tetapi ada syaratnya, “harus ada yang menggantikan
kamu.Harus ada yang mati untuk kamu. Kamu memilik begitu banyak anak.
Tanyakan kepada mereka, apakah ada seorang diantara mereka yang tela
mati demi perpanjangan umurmu.Dan si raja memanggil
putra-putranya.Konon, ia memiliki 100 prang putra. Maklum, seorang
memiliki beberapa istri-para permaisuri dan para selir. Ada yang sudah
berusia 60 tahun, bahkan 70 tahun. Di antara para putra raja, sudah ada
yang menjadi kakek, bahkan sudah punya cicit. Tetapi, tak seorangpun
yang sanggup jadi pengganti. Alasan mereka sama,”Ayahanda, kami masih
lebih muda,kami masih belum siap mati.”Bayangkan, sudah berusia 60
tahun, 70 tahun, tetapi belum siap mati, masih menganggap dirinya muda.
Konyol! Begitu pula sang raja, konyol juga. Sudah melewati usia 100
tahun, masih juga belum puas.
Satu per satu, setiap pangeran menolak jadi tumbal. Salah seorang pangeran yang masih berusia belasan tahun tidak ditanya, karena dianggap masih sangat muda. Yang berusia puluhan tahun saja menolak, apalagi yang masih berusia belasan tahun. Rupanya, pangeran yang satu ini justru sedang menunggu giliran. Karena tidak diperhitungkan, tidak ditanya, maka ia memberanikan diri maju ke depan,”Ayahanda Raja, saya bersedia menjadi pengganti Ayah.”Aneh,lucu-para putra raja terkejut. Sang Raja sendiri hampir tidak mempercayai telinganya,”Apa yang kau katakan nak? Kau masih sangat muda. Kau masih belum melihat dunia ini. Kau masih belum menghidupi kehidupanmu.” Sang pangeran menjawab, “setelah mendengar kakak-kakakku tadi , saya baru sadar bahwa tidak ada sesuatu yang dapat diperoleh dari hidup ini. Yang berusia 70 tahun masih juga belum merasa cukup hidup, masih saja merasa belum puas, seperti yang berusia 20 tahun, seperti Ayah sendiri yang sudah berusia 100 tahun. Kesimpulan saya adalah bahwa dunia ini, kehidupan ini, tidak dapat memuaskan kita. Betapapun panjang umur kita, berapapun usia kita, dunia ini, kehidupan ini, akan tetap mengecewakan kita. Saya baru sadar, apabila Ayah yang telah hidup 100 tahun pun belum merasa cukup hidup, maka apa pula jaminan bahwa saya akan merasa cukup hidup? Dan apabila tidak ada jaminan demikian, apa bedanya mati sekarang atau mati nanti? Mati sekarang dalam keadaan “belum cukup hidup”. Mati nanti pun dalam keadaan ‘belum cukup hidup’ Saya sungguh tidak keberatan menjadi pengganti Ayah.
Memang
kalau ditanyakan kepada siapapun, “ apakah dia sekarang sudah siap
untuk dicabut nyawanya, siap untuk meninggal?”,,, saya kira tidak
seorangpun yang akan memnjawab “ya” atau “siap”. Aneh, kematian yang
pasti datang, yang pada dasarnya kita tunggu,, yang langkah demi langkah
kita setiap saat menuju liang kubur, namun kita tidak pernah siap atau
mempersiapkannya……Satu per satu, setiap pangeran menolak jadi tumbal. Salah seorang pangeran yang masih berusia belasan tahun tidak ditanya, karena dianggap masih sangat muda. Yang berusia puluhan tahun saja menolak, apalagi yang masih berusia belasan tahun. Rupanya, pangeran yang satu ini justru sedang menunggu giliran. Karena tidak diperhitungkan, tidak ditanya, maka ia memberanikan diri maju ke depan,”Ayahanda Raja, saya bersedia menjadi pengganti Ayah.”Aneh,lucu-para putra raja terkejut. Sang Raja sendiri hampir tidak mempercayai telinganya,”Apa yang kau katakan nak? Kau masih sangat muda. Kau masih belum melihat dunia ini. Kau masih belum menghidupi kehidupanmu.” Sang pangeran menjawab, “setelah mendengar kakak-kakakku tadi , saya baru sadar bahwa tidak ada sesuatu yang dapat diperoleh dari hidup ini. Yang berusia 70 tahun masih juga belum merasa cukup hidup, masih saja merasa belum puas, seperti yang berusia 20 tahun, seperti Ayah sendiri yang sudah berusia 100 tahun. Kesimpulan saya adalah bahwa dunia ini, kehidupan ini, tidak dapat memuaskan kita. Betapapun panjang umur kita, berapapun usia kita, dunia ini, kehidupan ini, akan tetap mengecewakan kita. Saya baru sadar, apabila Ayah yang telah hidup 100 tahun pun belum merasa cukup hidup, maka apa pula jaminan bahwa saya akan merasa cukup hidup? Dan apabila tidak ada jaminan demikian, apa bedanya mati sekarang atau mati nanti? Mati sekarang dalam keadaan “belum cukup hidup”. Mati nanti pun dalam keadaan ‘belum cukup hidup’ Saya sungguh tidak keberatan menjadi pengganti Ayah.
BELAJAR MERUBAH KEBIASAAN PERILAKU YANG BURUK DIMULAI DARI POLA PIKIR
By : Hermann
Mungkin anda satu dari sekian banyak manusia di bumi ini yang merasa
hidupnya memiliki kesempurnaan???, kalau dilihat disatu sisi mungkin iya, tapi
banyak sisi lainnya enggak khan???, kuncinya, yah kita harus memberikan sedikit
waktu pada logika untuk merenung, bagaimana tidak? Selama ini kehidupan manusia
sebagai makhluk Tuhan, memiliki kepribadian individu yang tidak pernah diberi
kesempatan menjadi diri orang lain yang bisa menatap siapa dan bagaimana diri kita,
paling yang bisa kita lakukan Cuma bercermin didepan kaca rias, spion
kendaraan, salon dsb.
Itupun yang nampak dari diri kita hanya secara visual fisik luar saja. Coba
angkat tangan, kalau dalam hitungan terkecil, jam, hari, minggu, bulan bahkan tahunan,
anda tidak sama sekali melakukan keegoisan, serakah, arogan dalam aktifitas
yang tidak anda sadari. Terlebih lagi kalau sikap buruk anda itu menyakiti hati
atau merugikan orang lain.
Seperti yang aku rasakan hari ini juga gak tau akan sampai kapan, aku
harus membenci orang yang kucintai karena sikap dan cara berpikirnya, entah aku atau dia yang salah, tapi apapun
itu, aku yakin pola pikir itu adalah kunci untuk melakukan perubahan terhadap
diri saya, anda atau siapapun, pola pikir seperti apa,? Yang jelas pola pikir
positif, dimana kita bisa memikirkan sesuatu sebelum yang akan kita lakukan,
bagaimana kita dihadapkan sebagai orang lain disekitar, bisa merasakan komentar
seperti apa jika melihat anda melakukan tindakan/ sikap terhadap diri anda
sendiri, selamat mencoba yah, goodluck for u.
Hampir 50 Persen, Warga Teluk Buton Hidup Dengan Bius
Natuna-
Sebagai daerah terisolir nan
terpencil, lestari keindahan sekaligus kekayaan potensi dasar lautnya terancam
punah, kerusakan ini bukan disebabkan oleh faktor perubahan alam ataupun
habitat disekitar, melainkan oleh kesengajaan tangan manusia.
Seperti yang terus berlangsung di
Desa Teluk Buton Kecamatan Bunguran Utara, meskipun masih satu daratan dengan
ibukota Kabupaten, daerah yang berjarak tempuh puluhan kilometer ini, masih
marak terjadinya praktek bius oleh masyarakat tempatan, untuk melangsungkan
tunutan ekonominya.
Faktor utama lenggangnya pengawasan
hukum didaerah ini, baik dari aparatur kepolisian, maupun Pos Pengawas
Masyarakat (Poswasmas), yang belum terbentuk dari program Coremap (rehabilitasi
terumbu karang) dinas Kelautan dan Perikanan didaerah ini.
Kalau dihitung, mencapai 50 persen
penghidupan masyarakat pesisir didesa ini, mengais rezeki menggunakan
portasium, hal ini dibenarkan Kepala desa Teluk Buton Bahrum yang dimintai
keterannya di Kantor sekretaiat Persatuan Jurnalis Natuna (PJN) belum lama ini.
Dengan merogoh kocek ratusan ribu
untuk mendanai aksi nelayan tangkap dasar ini, bisa meraup keuntungan jutaan
rupiah, wajar saja kalau mereka (warga-red) tergiur dengan pekerjaan malas yang
tidak memikirkan resiko ini, cukup beli minyak solar untuk bahan bakar kapal
pompong dan membawa kompresor sebagai alat bantu selam, ditambah portasium yang
sudah dilarutkan dalam botol. Mereka sudah bisa menjamah Kedasar laut memburu
jenis ikan mahal yang bersarang didalam mulut terumbu karang yang masih asri.
Jenis ikan sasarannya adalah,
mengkait, napoleon, keluarga kerapu seperti cocor bebek, tiger dan kerapu
kuning. Ikan ini umumnya bersembunyi dicelah karang, akibat diburu secara
berkelanjutan, jenis ikan ini mulai punah populasinya, karena lokasi yang pernah
dibius akan mengalami kerusakan ekosistem terumbu karang, sehingga memerlukan
waktu cukup lama untuk kembali pulih, sementara ikan ini terancam kehilangan
tempat berkembang biak, kalau semua terumbu karang dibiarkan dirusak oleh
pembius.
“Umumnya mereka yang punya keramba
tak ada cerita lah pasti mereka main portasium,” spontan saja salah seorang
wartawan yang mendampingi Bahrum membantah, dirinya tidak menggunakan portas,
karena keramba miliknya baru berdiri.
Hampir semua masyarakat nelayan
yang memiliki keramba apung (kandang berbahan jaring untuk menampung ikan)
bekerja sebagai pembius, hasil tangkapan yang berukuran kecil umumnya
dipelihara beberapa waktu, hingga berbadan besar dan memenuhi standar bobotnya,
kemudian dijual kepada seorang penampung tempatan, yang merupakan jaringan
pengusaha eksportir ikan di Sedanau Kecamatan Bunguran Barat.
Beberapa jenis ikan ini mengantongi
nilai ekonomis yang fantastis, karena menjadi primadona bagi sejumlah rumah
makan mancanegara, negara Hongkong satu dari sekian banyak pembeli ikan hidup
dari Natuna, negara ini diyakini memiliki jaringan internasional yang menyuplai
kebutuhan ikan segar kepada restoran mancanegara. Selain untuk kebutuhan pasar
internasional, pengaruh tingginya harga ikan ini juga dipengaruhi pembelian
yang menggunakan kurs mata uang Hongkong.
“
Saya sebagai kepala desa, sudah bosan memberikan peringatan kepada warga, agar
meninggalkan pekerjaan terlarang itu, karena beresiko sangsi hukum, disisi
lain, pekerjaan ini juga mengancam kepunahan habit laut, generasi penerus
mungkin tidak akan pernah melihat jenis ikan mahal ini kelak.”
Upaya Bahrum untuk melarang
warganya melakukan tindakan melanggar hukum ini, justru disambut dengan sikap
dingin, sehingga para pelaku menanam kebencian terhadapnya. Karena itu, Bahrum
menyerahkan permasalahan ini agar Pemerintah Kabupaten dan aparat hukum dapat
mencarikan solusi pencegahannya.
Bahrum juga mengaku pernah
diinstruksikan Camat Bunguran Utara Sabki Muhammad untuk menangkap warganya
yang kedapatan masih melakukan pembiusan. Namun Ia merasa enggan karena takut
semua pelaku pembiusan mengamuk, sementara dirinya tidak terjamin perlindungan
hukum.
“Saya sangat mengharapkan adanya peran serta aparat hukum dan pemerintahan
ditingkat kecamatan bahkan kabupaten untuk memberikan pengarahan serta
pengawasan.”.(Hermann).
Mekanisme Kucuran 300 M Dana Bansos, Pekan Ini Rampung
Natuna – Jajaran
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dilingkungan Pemkab Natuna, belum lama ini
diundang duduk satu meja diruang Rapat tertutup bersama kepala daerah di Kantor
bupati Natuna. Pertemuan ini tak lain adalah untuk membahas regulasi kucuran
dana bantuan sosial (Bansos) dari APBD Natuna Tahun 2012.
Dalam mekanismenya, tahun ini bakal
mengalami perubahan prosedur dalam melakukan permohonan bantuan sosial dari
masyarakat, yang bentuknya adalah melalui rekomendasi dari dinas teknis
terkait, semisal, bantuan untuk kelompok nelayan menerima kelayakan dari dinas
kelautan dan perikanan, begitu juga kelompok usaha tani dan peternakan melalui
dinas pertanian dan peternakan.
Metode ini dinilai lebih aman dan
ideal dibanding tahun sebelumnya, dimana semua jenis atau bentuk bantuan sosial
yang diajukan masyarakat dipusatkan lewat satu pos di Badan Pengelola Keuangan
Dan Aset Daerah (BPKAD), yang legalitas realisasi kegiatannya tidak diketahui
secara pasti, hanya pernyataan diatas sebundle kertas.
Lewat mekanisme yang tengah digodok
bersama ini, Bupati Natuna Drs H.Ilyas Sabli M,si berharap visi misinya
mewujudkan Natuna Sejahtera Merata dan Seimbang dapat terlaksana dengan tepat
sasaran, untuk itu salah satu pembahasan yang sudah rampung salah satu poinnya
adalah melalui dinas atau badan terkait.
Selain itu juga, plafon anggaran
yang diploting untuk tiap kecamatan dan bentuk usaha masyarakat, tak
ketinggalan jumlah kepadatan penduduk disuatu daerah menjadi faktor penentu
bilangan anggaran yang disiapkan.
Hal ini dibenarkan Kepala BPKAD
Natuna Darmanto, Ak yang ditemui usai rapat tertutup pembahasan mekanisme
Kucuran Bansos Natuna Tahun anggaran 2012, dalam keterangan singkatnya, ia
menyebutkan, bupati menargetkan pembahasan tentang aturan main ini dapat segera
rampung dalam satu pekan ini.
Aturan ini berdasar Perbup Nomor 26
Tahun 2011, Tanggal 13 Desember 2011 sebagai tindaklanjut dari Permendagri
Nomor 32 Tahun 2011 tentang bantuan hibah dan sosial dilingkungan Pemda, yang
merupakan hasil kesepakatan antara Departemen Dalam Negeri (Depdagri) dan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjamin transparansi dan
akuntabilitas.
Menurut Darmanto, mekanisme yang
sebelumnya diberlakukan tidak efektif, selama ini BPKAD dianggap sebagai SKPD
yang paling tahu, dari berbagai jenis atau bidang permohonan bantuan yang
campur aduk, padahal BPKAD tidak punya alat ukur untuk melihat legalitasnya.
Dengan melibatkan rekomendasi dari
tim verifikasi yang dibentuk di setiap SKPD teknis, diharapkan dapat
menghindari terjadinya penggandaan proposal bantuan didalam satu kepala
keluarga, adapun jenis usaha yang berbeda harus diprioritas sesuai kondisi dan
kebutuhannya. Karena itu, nantinya juga akan dianggarkan untuk melakukan
monitoring dan evaluasi disetiap SKPD, BPKAD akan mengontrol berdasar KK yang
tercantum dalam usulan didalam proposal,
“
BPKAD hanya diperankan sebagai juru bayar saja, sehingga tidak difokuskan lagi
mengurusi sistem administrasi proposal yang masuk, apalagi jaminan tidak adanya
tumpang tindih kegiatan bantuan.”
Jelas pejabat yang alergi di foto wartawan.
Perangkat Kecamatan hingga desa
dituntut agar lebih selektif terhadap kebenaran legalitas penduduknya. Ia juga
menyebutkan, dari APBD Natuna 2012, plot anggaran dana hibah dan sosial
mencakup seluruh total belanja tidak langsgung, termasuk diantaranya, subsidi
listrik transportasi udara,laut dan darat beasiswa mahasiswa yang menelan
anggaran sebesar Rp302 miliar dari Rp1,52 triliun,
Rapat kordinasi ini akan disusul
oleh surat edaran Peraturan Bupati yang dilayangkan kepada SKPD, yang
menyinggung aturan petunjuk teknis berdasar, bidang dan besaran jumlah
anggaran untuk tiap kecamatan.
Sementara untuk, tata cara
penganggaran pelaksanaan pelaporan pertanggungjawaban bantuan hibah dan sosial
ini, dalam peraturan bupati, proposal ditujukan kepada bupati melalui SKPD,
disetiap satuan yang dibentuk tim verifikasi akan menentukan kelayakan, kalau
tidak layak akan dikembalikan kepada pengaju propoosal, tim ini juga berhak
menentukan usulan atas kelayakan besaran bantuan.
Namun demikian, persetujuan
sepenuhnya ada ditangan bupati, BPKAD yang slama ini dibebankan hal yang
sebenarnya bukan wilayah kerjanya, akan difungsikan hanya sebagai juru bayar
saja. Mengenai pos khusus untuk setiap SKPD juga tengah dipersiapkan bupati,
menyusul akan dikucurkannya dana tersebut kepada masyarakat yang berhak.
Untuk memperbaiki sistem dari tahun
sebelumnya, agar efektif dan tepat sasaran, Ini sudah bagian dari job dinas
teknis terkait, selama ini line lost, fungsi kontrolnya tidak berjalan,
“Minimal
75 persen tepat guna dan ada barangnya, jangan dapat uang setelah mengajukan
proposal bawa pulang langsung hilang, jadi kalau dinas terlibat diharapkan
dinas bisa mengetahui siapa yang mengajukan sehingga nanti bisa menanyakan
realisasi bantuan yang diterima masyarakat karena ini bukan bagi-bagi kue.”
Plafon murni untuk membayar
proposal bansos hibah ke masyrakat adalah sebanyak Rp 40 miliar, anggaran ini
juga mencakup untuk mendanai operasional tim verifikasi yang dibentuk di dinas
teknis sebesar Rp 100 juta per SKPD. Dari pada full anggaran tapi lost kontrol,
untuk itu tim ini dibentuk sebagai filter.
Saat ditanyai dasar usulan
keberadaan dan latar belakang plot dana aspirasi yang dikelola dewan sebesar Rp
1 miliar per anggota, Ilyas lebih memilih No Coomment, anggaran ini santer
menjadi pertanyaan sekelompok msayarakat level bawah, apalagi istilah “belah semangka” bukan bagian rahaisa
umum.
” Kalau masalah itu saya No Comment saja, lebih baik konfirmasi langsung
dengan pihak terkait.” .(Hermann).
Langganan:
Postingan (Atom)