Rabu, 14 Maret 2012

Hampir 50 Persen, Warga Teluk Buton Hidup Dengan Bius


Natuna- Sebagai daerah terisolir nan terpencil, lestari keindahan sekaligus kekayaan potensi dasar lautnya terancam punah, kerusakan ini bukan disebabkan oleh faktor perubahan alam ataupun habitat disekitar, melainkan oleh kesengajaan tangan manusia.

Seperti yang terus berlangsung di Desa Teluk Buton Kecamatan Bunguran Utara, meskipun masih satu daratan dengan ibukota Kabupaten, daerah yang berjarak tempuh puluhan kilometer ini, masih marak terjadinya praktek bius oleh masyarakat tempatan, untuk melangsungkan tunutan ekonominya.

Faktor utama lenggangnya pengawasan hukum didaerah ini, baik dari aparatur kepolisian, maupun Pos Pengawas Masyarakat (Poswasmas), yang belum terbentuk dari program Coremap (rehabilitasi terumbu karang) dinas Kelautan dan Perikanan didaerah ini.

Kalau dihitung, mencapai 50 persen penghidupan masyarakat pesisir didesa ini, mengais rezeki menggunakan portasium, hal ini dibenarkan Kepala desa Teluk Buton Bahrum yang dimintai keterannya di Kantor sekretaiat Persatuan Jurnalis Natuna (PJN) belum lama ini.

Dengan merogoh kocek ratusan ribu untuk mendanai aksi nelayan tangkap dasar ini, bisa meraup keuntungan jutaan rupiah, wajar saja kalau mereka (warga-red) tergiur dengan pekerjaan malas yang tidak memikirkan resiko ini, cukup beli minyak solar untuk bahan bakar kapal pompong dan membawa kompresor sebagai alat bantu selam, ditambah portasium yang sudah dilarutkan dalam botol. Mereka sudah bisa menjamah Kedasar laut memburu jenis ikan mahal yang bersarang didalam mulut terumbu karang yang masih asri.

Jenis ikan sasarannya adalah, mengkait, napoleon, keluarga kerapu seperti cocor bebek, tiger dan kerapu kuning. Ikan ini umumnya bersembunyi dicelah karang, akibat diburu secara berkelanjutan, jenis ikan ini mulai punah populasinya, karena lokasi yang pernah dibius akan mengalami kerusakan ekosistem terumbu karang, sehingga memerlukan waktu cukup lama untuk kembali pulih, sementara ikan ini terancam kehilangan tempat berkembang biak, kalau semua terumbu karang dibiarkan dirusak oleh pembius.

“Umumnya mereka yang punya keramba tak ada cerita lah pasti mereka main portasium,” spontan saja salah seorang wartawan yang mendampingi Bahrum membantah, dirinya tidak menggunakan portas, karena keramba miliknya baru berdiri.

Hampir semua masyarakat nelayan yang memiliki keramba apung (kandang berbahan jaring untuk menampung ikan) bekerja sebagai pembius, hasil tangkapan yang berukuran kecil umumnya dipelihara beberapa waktu, hingga berbadan besar dan memenuhi standar bobotnya, kemudian dijual kepada seorang penampung tempatan, yang merupakan jaringan pengusaha eksportir ikan di Sedanau Kecamatan Bunguran Barat.

Beberapa jenis ikan ini mengantongi nilai ekonomis yang fantastis, karena menjadi primadona bagi sejumlah rumah makan mancanegara, negara Hongkong satu dari sekian banyak pembeli ikan hidup dari Natuna, negara ini diyakini memiliki jaringan internasional yang menyuplai kebutuhan ikan segar kepada restoran mancanegara. Selain untuk kebutuhan pasar internasional, pengaruh tingginya harga ikan ini juga dipengaruhi pembelian yang menggunakan kurs mata uang Hongkong.

“ Saya sebagai kepala desa, sudah bosan memberikan peringatan kepada warga, agar meninggalkan pekerjaan terlarang itu, karena beresiko sangsi hukum, disisi lain, pekerjaan ini juga mengancam kepunahan habit laut, generasi penerus mungkin tidak akan pernah melihat jenis ikan mahal ini kelak.

Upaya Bahrum untuk melarang warganya melakukan tindakan melanggar hukum ini, justru disambut dengan sikap dingin, sehingga para pelaku menanam kebencian terhadapnya. Karena itu, Bahrum menyerahkan permasalahan ini agar Pemerintah Kabupaten dan aparat hukum dapat mencarikan solusi pencegahannya.

Bahrum juga mengaku pernah diinstruksikan Camat Bunguran Utara Sabki Muhammad untuk menangkap warganya yang kedapatan masih melakukan pembiusan. Namun Ia merasa enggan karena takut semua pelaku pembiusan mengamuk, sementara dirinya tidak terjamin perlindungan hukum. 

Saya sangat mengharapkan adanya peran serta aparat hukum dan pemerintahan ditingkat kecamatan bahkan kabupaten untuk memberikan pengarahan serta pengawasan.”.(Hermann).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar